Rabu, 13 April 2011

bab 4 bu yani

4. Mekanisme Fisiolgosi regulasi
Teori-teori Lokal
Keitka saya duduk didepan word procesor saya, melihat sandwich dan memikirkan bagiamana memulai diskusi tentang mekanisme fisiolgosi regulasi, smpailah pada saya topik lapar, haus, dan motivasi seksual. Terasa sangat kompleks. Banyak rset sudah dilakukan terhadap lapar dan haus yang mengambil pandangan bahwa homeostasis merupakan mekanisme utama yang mengontrol pencernaan makanan atu air. Yaitu, secar aumum diasumsikanbawha kita makan makanan untuk menjaga kesiembangan energi kita dan minum air untuk mnjaga keseimbangan cairan kita. Pendekatan-pendekatan awal menyatakan bahwa perubahan-perubahan pada kotnaksi perut atau mulut kering merupakansinyal-sinyal yang memulai makan dan minmum. Misalnay Cannon dan Washburn (1912) melaporkan bahwa kotnraksi perut berkaitan dengan rasa lapar pada manusia. Washburn menelan sebuah balon yang dikempeskan dan kmudian menempelkannya pada sebua pena pennanda yagmencatat kotnraksi perut Washburn pada sebuah bagian kertas yang begerak (gambar 4.1). washburn jgua dimint amengindisikan kaan dia merasa lapar secara subyektif. Rasa lapar ini cendeurn gnaik dengna kontraksi perut, sehngag menyebabkan Cannon dan Washburn berasumsi bahwa kotnraksi-kontraksi perut merupakand asra dari sinyal-sinayl lapar dan hasil dari makan.
Teori Cannon dan Washburn dikenal sebagia teori motivasi lokal karena berasumsi bahwa sinyal-sinyal yang mengontrol motif-motif seperti lapar dan haus dihasilkan dalam organ-oragn tubuh perieral (yang berbeda dengan otak). Teori motivasi lokal tidak memadai. Misanya, memperparah saraf yang membawa informasi di antar asistem saraf pusat dan perut tidak menghilankan pengalaman lapar. Saaf vagus merupakan sumber utama informasi ini; keitka memperbarahnya menyebabkan kotnraksi-kontraksi perut berhenti tapi tidak menyebabkan pengalaman lapar pada manusia berhenti (Gross man & Stein 1948). Morgan dan Morgan (1940) sebelumnya menunjukkan bawha memperbaparah agus tidak menghilangkan asupan makanan pada tikus yang diberi insulin, sehingga peneliti bisa melihat perubahan-perubahan pada periferal tubuh tidak perlu untuk menimbukan pengalaman lapar. Karena penejlasan-penejlasan peirferal sebelumnya tidak mampu mencakup kondisi-kondisi termotivasi seprti lapar dan haus, cukup alami bagi penliti untuk mulai melihat otak sebagai tempat kontrol yang mungkin.

Teori-teori Sentral
Teori-teori sentral motivasi menekankan ide bawha sel-sel kuhsus dalam otak mendeteksi perubahan-peurbahan pada kodnisi ubuh dan memicu motivasi yang sesuai. Model-model tersebut tidak menekankan peran peifferal dalam regulasi makan dan minum. Beberapa rea otak diimplikasikan dalma kontrol homeostatik dari perilkau termotivasi, tapi jumlah riset terbesar berfokus pad struktur kecil yang terkubur dalam otak, disebut hipotalamus. Speerit namanya, ini terletak dibawah talamus. Gambar 3.2 menunjukkan lokasi hipotalamus dalam kaitannya dengan struktur-struktur otak lain.
Meski hipotalamus merepresetnasikan sebagian kecil dari seluruh otak, sel-sle yang terdapat dalam area ini dan serat-srat yagnmelewatinya terlbat dalam banyak fungsi penting. Mislanya, hipotalamus menggontgrol aktivasi bagian simpatetik dan parasimpatetik sistem safar otonom dan juga kelenjar pituitary, dan akkiabtnya juga mengontrol seluruh sistem endocrine. Perubahan-perubahan pada perilkau seksual, makan dan minium, keagresifan dan ketaktuan semuanya dilaporkan disebabkan oleh kerusakan eksperimental atau stimulasi pada area ini. Hipotalamus juga memilki banyak pembuluh darah, yang membuatnya sangat cocok dengan perubahan-perubahan sampel pada koponen-komponen darah (glukosa darah, kadar air, level hormon, dan seterusnya).

Regulasi Homeostatik
Model homeostatik berasumsi ada kmekanisme regulatoris did alam tubuh yang mengambil sampel lingkungan inernal; ketika prubahan memindahakn tubuh dari nilai optimal, mekanisme ini memicu sirkuit yang menghasilkan motivasi untuk mengembalikan organisme ke kondisi seimbang. Gambar 4.3 menunjukkan versi sederhana bagaimana mekanisme tersebut bisa bekerja. Banyak riset yang diarahkan pad apemahaman regulasi kondisi-kondisi motivasional berkonsentrasi pada motif lapar dan juga pad aperan hipotalamus ada rasa lapar.

Regulasi rasa lapar
Motivasilapar secara umum dianggap bersifat homeostatik. Ketika terjadi ketidakseimbangan, misalnya kadargula dalam darah (glukosa darah), perubahan ini dideteksi oleh sel-sel khusus yang disebut glukoreseptor menghambat makan leih lanjut karena level energi sekarang sudah cukup. Suatu mekanisme homeostatik seperti yang baru saja dijelaskan dianagp mengontrol regulasi asupan energi jangka pendek, yaitu keitka kita makan (interval intermeal) dan seberapa banak iita makan (ukuran makanan). Umumnya, mekanisme homeostatik kedua, yang mengontrol regulasi adangan energi jangka panjang, juga diasumsikan. Mekanisme yang mengotnrol reglasi jngka panjang dilibatkan dengan memelihara cadangan energi yang cukup sehignga jika asupan energi jangka pndk terbukti tidak cukup, simpanan-simpanan tersebut bisa dipakai untk mmelihara fungsi nomal. Regulasi jangka panjang ini bisanya daingap melibatkan deteksi perubahan-peurbahan jumlah lemak yang tersimpan dalam jaringan adiposa dan aktivasi rasa lapar juga cadngan makanan berada jauh di bawah jumlah optimal. Skarang kita akan menguji kosnep regulasi motivasi lapar jangka penek dan jangka panjna.g

Regulasi jangka pendek
Regulasi jangka pendek melibatkan kontrol makan pada periode waktu tetentu, seperti dari satu hari ke hari berikutnya atau dari satu makan ke makan berikutnya. Karena regulasi jangka pndek diangagp berfungsi terutama menyeimbangkan asupan energi dengna pengeluaran energi, diasumsikan sistme ini memantau beberapa aspek ktersediaan energi dan memicu makan ketkika energi yang tersedia mulai turun. Pertanyaan menariknya adlaah: di mana sistem jangka pendek ini dan bagiamana cara kerjanya?
Petunjuk untuk lokasi yang mungkin dari sistem ini diberikan dalam sebuah studi oleh Hetheringtond an Ranson (1940) yang menemukan bawha lesi-lesi hipotalamus menyebabkan kegemukan pada binatang. Riste selanjutnya melokalisir efek kegemukan pada kerusakan di aaerah hipota,amus ventromedial (VMH). Ketika area hipotalamus ini dirusak, binatang yang terkena akan mulai makan dalam jumlah besar, sebah kondis iyagn dikenal sebagai hiperpagia. Gambar 4.4 menunjukkan sebuah tikus yang dibaut gemuk oleh kerusakan pad aarea ini. Binatang hiperagic bisa makan dalam jumlah banyak, kadang-kadang menyebabkan berat badannya naik dua kali lipat dari beat badan normal; namun demikian binatang ini tidak makan hinga munta. Kadang-kadang binatang gemuk ekstrim ini menyetbailkan berat badam merka pada peningkatan level ini dan memelihara diri mereka pada berat badan baru ini.
Petunjuk kedua yang berkaitan dengan operasi sitem ini diberikan oleh Anand dan Brobeck (1951), yang menemukan bahwa lesi-lesi dalam daerah kedua, disebut lateral hipotalamus (LH) menyebabkan binatang berhenti makan. Gambar 4.2 menunjukkan lokasi hipotalamus lateral. Binatang yang dirusak LH ini tidak makan atau minum (kondisi yang disbeut aphagia dan adipsia), dan bisa mati jika tidak diinterfenssi pengeksperimen. Jika binatang ini dijaga hidup oleh pengekserimen, biatang ini akan puluh dan memelihara dirinya sendiri meski berat badannya jauh di bawah normal.
Penemuan area-area di dalam hipotalamus yang memiliki efek spesifik dan berlawanan terhadap perilaku makan binatang mendorng pada kosnep psat-pusat yang bekerja bersama-sama mengatur rasa lapar (Stellar 1954). VMH diangagp sebagia pusat satiety yang menghentikan makan ketika asupan energi cukup. Jika center inidirusak maka binatang tidak bisa menghamatb makannya dan menjadi kegemukan. Sebaliknya LH dianagp sebagia pusat eksistatoris yang menyalakan respon makan ketika sumber-sumber energi baru diperlukan. Menurut hipotesis pusat, kerusakan pada LH akanmenyebabkan tidak adanya makan karena sel-sel yang umumnya memulai kprsoes makan dirusak. Konsep eksistatoris dan pusat inhibitoris di dalam hipotalamus yang menatur asupan makanan menghasilkan riset yang cukup besar. Inti daririset ini adlaah usaha utnk menentkan kondisi-kondisi apa yang berubah di dalam tubuh yang memberi sinyal LH untuk memulai makan dan kodisi-kondisi apa yang memberi sinyal VMH untuk menghambat makan. Perubahan-perubahan pada glukosa darah memberikan sebuah alon.

Teori Glukostatik Rasa Lapar. Pada 1955 Mayer mengusulkan bawha rspetor-rseptor dalam hipotalamus sensitif terhada perubahanperubahan ada rasio glukosa darah dalam ateri pada vena. Penurunang lukosa darah yang terdeteksi oleh glukoreseptor pada LH dianggap memicu makan, semetnara peningkatna glukosa dara yang dideteksi leh glukoreseptor pada VMH dianggap menghambat asupan makan lebih lanjut. Teori Mayer sebagian didasarkan pada laporan Brechr dan Waxler (1949) yang menunjukkan bawah injeksi zat kimiayagn disbeut thioglukosa emas membunuh selsel dalam VMH. Diasumsikan sel-sel ini dibunuh karena menyerap zat kimia karena mirip dengan glukosa/.
Teori glukosattik mendapatkan popularitasnya tapi kredibilitasnya dipertanyakan. Beberapa lini penelitian menyatakan bawha meski glukoreseptor bisa terdapat dalam VMH dan LH, keduanyabulan kemkanime utama yang bertanggngjawba utnukr eguasi jangka pendek normal. Misalnya, saat ini ditunjukkan bahwa ker thiglkosa emas merusak VMH karena menghancurkan makann kapiler pada VMH bukannya diserap oleh sel-sel karena mirip glukosa. Zat-zat kimia lain yang merusak kapiler juga merusak VMH meski tidak mengandung glukosa sebagai bagian dari susunannya. Kerja destruktuf gthipoglukosa emas pada kapiler bukannya pada sel-sel VMH menimbulkan keraguan terhadap adanya glukoreseptor dalam VMH. Ekragukan lebih lanjut dibuat olehs tudi Gold (1973) yang menunjukkan bahw lesi-lesi terbatas seluruhnya pada VMH dan tidak merusak bendel-bendel serat yang berdekatan yang tidak menyebbakankegemukan. Ketuka bendel-bendel yang berdekatan dirusak, efek kegemuklan VMH ditemukan. Hasil-hasil Gold mmpertanyakan peran VMH dalam mematikan perilkau yang memotiasi makanan dan menyatakan bawha serat-serat yang meliutnasi dekat VMH bisa bertanggungjawab atas terjadinay kegemukan, karena serat-srat trsebut serigkali dirusak ketika lesi-lesi VMH diciptakan.
Peran LH dalam aktivasi perilkau makann juga itdak semeyakinkan yang diindikasikan rsiet. Bukti untuk glukoreseptor pada LH muncul dan area ini nampak dilibatkan dengan makan akibat peurbahan-peurbhana pada glukosa, meski demikian, peran LH dalam makan normal nampak meragukan. Misalnya Blass dan Kraly mencatat bahwa berkurangnya sel-sel LH dari glukosa harus ekstrim sebeoum makan diinduksi pada tikus normal. Akibatnya mereka menytkan bawha LH bisa menjadi bagiand ari sistem emergensi yang dipicuhanya di bawha kondisi-kondisi ekstrim.
Bukti yang paling merusak bagi ide bawha LH nomralya memulai makan adalah sekelompoks tudi yang menunjukkan bahwa lesi-lesi LH menyebabkan defiist motivasional umum di mana makan hanya menjadi bagian kecilnya saja. Stricker dan rekan menujukkan bahwa binatang yang dirusak LH tidak bereaksi terhadap stimuli yang umumnya dikaitkan denganperilakut ermotivasi dan juga menunjukkan defisit yang besar pada level kegairahan normal. Binatang gn dirusak LH menjadi catat dan tidak berkaitan dengan motivasi lapar. tidak terjadinya makan pada binatang tersebut mungkin merefleksikan efisit yang lebih umum daripada krusakan pada sistem regulatoris jangka pendek yang sensitif terhadap glukosa.
Apa yang dibahas oleh siet ini berkaitan dengan teori bahwa hipotalamus mengandung respetor sensitif glukosa yang mengotnrol makan dan minum? Nampak jelas bahwa VMH dan LH terlibat pada motivasi lapar dalam beberpa cara. Ada bukti bahwa glukoreseptor ditemukan dalam otak; injeksi glukosa ke otak menekan proses makan dan kekurangan glukosa yang kuat akan memulai proses makan. Glukoreseptor dalam otak mungkin meurpakan bagiand ari sebuah sistem darurat yang hanya berperan ketika level glukosaturun drastis. Juga diketahui bahwa baik VMH dan LH terlibat dalam beragam perilaku selain makan; kerusakan menyebabkan perubahan-erubahan perilaku komplkes dimana makan (atau kurang makan) hanyalah satu bagian saja. Akibatnya, konsep sistem ganda dari puat inhibitoris dan eksistatoris di dalam hipotalamus yangmenatau level glukosa dan mematikan atau menyalakan motivasi lapar nampak tidak benar. Kesimpulan bahwa glukorespetor dalam otak tidak mengontrol perilaku makan normal mendorg beberapa peneliti melihat kembali periferal tubuh untuk sinyal-sinyal yang memulai dan menghambat makan

Detektor-detektor periferal untuk regulasi jangka pendek. Mekanisme periferal apa yang memicu perilaku makan dan mekanisme apa yang menghentikan makan? Meski sebuah mekanisme tunggal bisa memulai danmenghentikan proses makan, beberapa sistem mungkin dilibatkan. Jika kita mengangap tubuh seperti roket NASA, di mana beberap sistem backup menjadi aktif ketika kondisi berubah, kita tidak boleh terkejut saat menemukan bahwa pemciuan dan penghmbatan makan berasal dari lebihd ari stu tipe sinyal. Para peneliti menemukan bukti untuk lebih dari satu sistem sinyal.
Ketika kita makan, enzim dalam saliva mulai memecah makanan menjadi komponen-komponen yan lebih kcil. Proses ini dilanjutkan oleh perut yang kemudian mengosongkan isinya ke usus kecil atas, yang disebut duodenum. Poduk-produk pencernaan, sepergi gula sederhana dan asam amino disrap oleh duodenum dan masuk ke aliran darah yang selanjutnya langsung diangku ke liver; lemak mengambil jalan yang berbeda (Carlson 1977), Beberapa mekniasme dalam perut bisa bertindak sebagia sinyal-sinyal satiety untuk mematikan makan. Dua mekanisme ini merupakan reseptor regangan dalam dinding perut, yang berfungsi embaasi asupan, dan detektor nutrisi, yang menginformasikan oak akan adanya nutrisi tersbut. Sebuah loop fedback juga muncul di antara perut dan otak karena aktivitas perut dimodifikasi oleh isinay. Perut tidak nampak meregulasi dengan sendirinya, meski demikian, karena individu yang mperutnya masih kosong melaporkan lapar dan masih meregulasi.
Duodenum merupakan tempat yang mungkin bagi glukorespetor elusif karena injeksi glukosa lngsung ke duodenum menekan makan pada kelinci ygn makan bebas (Novin 1976). Duodenum juga mensekresi hormon yang disebut enterogastrone yang memilikie fek mengurangi aktivtias perut. Injeksi enterogasron juga menekan makanan selama 17 jam pada tikus, jadi suatu komponen enteroasron berfungsi sbagai sinyal kenyang. Komponen ini merpakan zat kimia yang disebut cholecystokinin (CCK).
Banyak studimemberi bukti bahw CCK, yang disekrsi oleh ussu atas sebagia respon terhadpa makanan memberi sinyal otak untuk menghentikan makan. Satu lini riset melibatkan perbandingan konsentrasi-konsentrasi CCK yang ditemuaknd alam otak tiksu gemuk dan non gemuk.studi ini,yang dilakukan oleh Straus dan Yalow (1979), menunjukkanbahwa tikus yang gemuk secara genetik mungkin hny puny sekitar 25% jumlah CCK dalam otak mereka sebagia tiksu normal dan menyatakan bawha makan berlebihan oleh tikus gemuk tersebut bisa berasal dari konsnetasi CCK yang lebih rendah. Saitio dan rekan (1982) menunjukkan hubungan antara tempat-tempat reseptor CCK dalam otak dan obesita, tapi tidak jelas bagiamana hasil-hasil ini berhubungan dengan hasil Sraus dan Yalow (1979). Meskid ata ini nampak menunjukkan CCK berfunsi sebagia sinaykl kekenyangan pada beberapa kondisi, pentingnya CCK sebagai sinyal kekenyangan hormonal utama masih diperdebatkan (Kraly 1981a, 1981b).
Liver juga nampak menjadi sumber potensial sinayl lapar dan kenyang. Injeksi gluikosa ke dalam vena portal hepatik (yang melalui liver) menekan maknan, sementara injeksi glukosa dalam vena jugular (yang menyuplai otak)tidak punya efek. Efek kenyang dari injeksi glukosa portal dihilangkan jika saraf vagus dipotong. Ini menunjukkan bahwa glukoreseptor bisa ada dalam liver yang menularkan inframsio mereka ke hipotalamus di sepnajng saraf vagus. Dalam mendukung hubungan liver-hipotalaik ini, Schimitt (1973) menunjukkan bawha infusi portal glukosa mengubuah tingkat penembakan neuron dalam hipotalamus. Jika nampak bahw aliver bisa menjadi saumber sinyal kenyang yang dikirim ke otak untuk menekan poses makan.
Di sisi lain, bukti jug amenunjukkan liver bisa memulai proses makan. Misalnay Novin (1976) melaporkan bebeapa eksermend I maan 2-DENGAN disuntikkan ke vena portal hepatik. Karena 2-DENGAN menghamabt penggunaan glukosa, ini tidak boleh membodohi reseptor-reseptor liver untuk berfgungsi seperti jika glukosa darah rendah sehingga memulai makan. Inilah yang terjadi, dengan onset makan sangat cepat. Hasil-hasil Novin menyatakan bawha liver memantau ketersediaanglukosa dan mengirim informasiini ke hipotalamus, yang memulai atau menekan proses makan. Novin percaya bahwa detektor glukosa terdapat pada duodenum dan liver. Dia mengusulkan reseptor-respetor dalam duodenum bertindak sebagai penekan makanan jika l;apar mimnimal tapi memacu keras ketika bninatang kelaparan. Di bawah kondis ikelaparan, respetor-reseptor liver menetukan kapan makan akan ditkan. Novin juga menyarankan bahwa detektor tersebut juga mengirimkan inforamsi ke LH dan informasi ini spesifik bagi glukosa.
Nampak mungkin bahwa regulasi makan jangka pendek dicapai oleh sistem senstifi-glukosa tapi reseptor ssitem ini berada dalam duodenum, liver atau keduanya.

Regulasi jangka panjang
Studi-studi alam regulasi perilaku makan jangka panjang mengujimeknaimse yang mengontrol rpsoes makan dan untuk menjaga stabilitas berat badan. Meski banyak yang mengeluhkan kelebihan berat badan, berat badan tubuh kita masih teregualsi dengan baik; sehignga meski beart kita mungkin tidak ideal, kita memelihara berat tertentu secar akonsisten, hanya berbeda satu pond atau dua pond dalam periode waktu lama.
Mekanisme apa yang memungkinkan organisme mengatur berat badannya? Sebagian besar teori regulasi jangka panjang berasumsi suatu sistme respetor bekerja untuk menantau lemak tubuh dan kemduian mengatur asupan maknan agar lemak tubuh tetap konstan. Teori-teori ini dsiebtu teori lipostatik (lemak adalah lipid).
Teori Set-Point. Teori Liposatik lapar. Rchard Kesey dan kolega berpendapat bahwa setiap dari kita memilki level berat badan normal yang dipertahankan secar akonsisten. Mereka memandang LH berkaitan dengan regulasi berat badan tubuh atau set-point yan tepat. Jika LH dirusak, tidak adanya makan dan minum yang diamati pada kasus-kasus tersebut bukanlah sebuah defisit kemampuan untuk makan tapi sebuah perubahan pada set point tubuh pada level baru yang lebih rendah. Tidak adanya makan adalah cara oragnisme megnurangi berat badan ke set point baru.
Keesey dan Powley mencaat hasil-hasil yang mendukng jenis interpretasi ini. Ketika binatang yang LHnya rusak menjadi pulih, mereka mulai makan lagi dengan cara normal, kecuali mereka memelihara berat badannya tetap rendah. Binatang yang pulih juga memelihara berat badan ini terhadap beragam tantangan diet. Misalnya, jika mereka diberi diet terkonsentasi, mereka makan sedkit untuk emelihara set poin baru sementar apengurunan diet mereka menyebabkan peningkatna makan untuk memelihara berat badan mereka.
Jika perubhan peirlkau makan yang dibuktikan oleh binatang-binatang ini merupakan cara mengurangi berat badan pad set poin baru, maka melaparkan binatang-binatang tersebutsebelum melukai LH akan menghilangkan tidak adanyamakan dan minium. Keeseymenemukan abhwa binatang yang dilukai LHnya yang sebelumnyalapa, mulai makan hampir secara langsung, yang mendukung ide bahwa LH terlibat dalam pengaturan beart badan.
Keeseydan Powley mencatat bahwa VMH bis ajuga mengontrol set poin tubu. Dimungkinkan lesi-lesi VMH menyebbakn nainknya set point berat badan tubuh pada level baru yang lebih tinggi. Mereka mencata bahwa binatang0biantang yang VMHnya rusak akan mempertahnakan berat badan mereka yang baru terhadap tantangan diet dengan cara yang sama seperti binatang yang LHnya rusak mempertahankan berat badan rendah mereka. Lebih lanjut, binatang0bintang ygn dirusak VMH cenderung makan sedikit.
Kemungkinan stimulus untuk regulasi di sekitar et point adalah lemah tubuh. Keseydan rekan mengusulakn LH dan VMH bekerja secara resiproks untuk menentukan set point bagi jaringan adiposa (lemak). Apa stimulus yang sensitif? Satu cara bagi set point bekerja adalah memantau suatu aspek sel-sel lemak. Suatu pemantauan sel-sel lemak terjadi; Faust, Johnson dan Hrsch (1977a) menemuakn bahwa jarignan adiposa yang dikeluarkan dari tikus usia 3 mingu digantikand engan sanga tepat. Hasil-hasil riset ini menunjukkan suatu tipe rgulasi perkembangan jumlah sel-sel lemak di dalam tubuh. Regenerasi sel-sel lemak hanya terjadi pada rendag p;erkembangan yang sangat terbatas, meskid emikian ketika para peneliti menemukan pad usia 15 minggu regenrasi tidak lagi terjadi. Para peneliti tersebut mencatat bawha diet tingi lemak mendorong pada regenrasi sel-sel lemak yang lebih besar daripada diet rendah lemak, menunjukkan kandungan diet bisa juga beperan dalam perkembangan sel-sel lemak pada oranisme muda. Studi oleh Fasut danrekan penting karena menunjukkan jumlah sel lemak diatur secara genetik tapi bsia juga dipengaruhioleh diet pada organisme muda.
Yang lebih penting, Faust, Johnson dan isch (1977b) menemukan dalam studi kedua bahwa pengeluaran jaringan adiposa dengan bedah (tanpa regenrasi) menyebabkanmeningkatnyaukruan sel-sel lemak individu. Jumlah dari sel-sel yang bisa membesar tersebut sangat terbatas, menunjukkan suatu jenis mekanisme regulatoris.
Bagaimana ukruan sel lemak bisa diregulasi? Wirtshafter danDavis (1977) mendapatkan data yang menunjukkan sebuah zat dalam darah bisa memberi otak inforamsi yang penting tentang simpanan lemak tubuh. Zat yang terlibat ini adlaah gliserol darah. Wirtshafter dan davis mencatat kadar gliserol darah berkaitan dengan ukuran sel-sel lemak. Karena ukruan sel-sel lemak akan mengindikasikan jumlah lemak yang disimpan, meningkatnya gliserol darah mengindikasikan peningkatan berat badan.
Wirtshafter dan Davis menduga jika gliserol darah mengindikasikan berat badan, injeski gliserol akan membodohi mekanisme regulatoris agar berfngsi seperti jika organisme lebih berat daripada berat aktualnya sehingga menyebabkan binatang berhenti makan dan pada akhirnya kehilangan berat badan. Untuk menguji ide ini, sekelompok tikus diberi injeksi gliserol harian; kelompk kedua diberi injeksi glukosa sebagai kondisi kontrol. Injeksi glukosa menyebakan penignkatan berat badan, sementara injeksi gliserol menyebabkan penurunan berat badan.
Jika set poin baru berat badan sudah ditentukan oleh injeksi gliserol, para peneliti menduga bahwa binatang yang diberi gliserol akan kembali ke set pontbaru ini jika mengalami kelaparan daripada kembali ke berat badan sebelumnya. Hipotesis ini diuji dan dikonfirmasikan dalam eksperimen kedua. Wirtshafter dan Davis menyimpulkan bahwa gliserol mengontrol berat badan secara langsung daipada diubah menjadi glukosa sebelum terdeteksi. Mereka mencapai kesimpulan ini karena kelompok kontrol glukosa mereka tidak mengalami penurunan berat badan dan karena gliserol yang disuntikkan langsung ke otak menyebabkansupresi prose smakan. Supresi ini menunjukkan suatu area dalam otak bisa sensitif terhadap level gliserol.
Jika level-level gliserol pnting bagi regulasi jangka panjang, mka injeksi gliserol harus menybabkan manusia gemuk berat badannya turun seprti tikus dalam ekspeirmen Wirtshater dan Davis (1977). Sayangnya, prosedur ini gagal menuunkan berat badan manusia. Mungkin suatu sinyal lain dipantau untk regulasi jangka panjang. Satu kemungkinannya adlah adipsin.
Cook dan rekan (1987) menemukan sebuah molekul yang bisa mennadai kodnisi simpanan-simpanan lemak. Para peneliti tersebut menemukan bahwa molekul adipsi dihasilkan oleh sel-sel lemak dan melimpah dalam darah. Prubaan lvel adipsin terbukti berbeda-beda menurut kondisi metabolik tikus; level adipsin meningkat pada tikus yan berpantang, dan menurun pada tkus yang disuntik dengan glukosa. Meski lebih banyak riset dibuthukan, kemungkinan level adipsin bisa memberi sinyal yang perlu yang berkaian dengan keseimbangan energi simpanan lmakk setidaknya dalam beberapa tipe kegemukan yang ditentukan secar agenetik.
Keeey dan Powley menyatakan bwha insulin bisa menjadi calon regulatoris lain karena dilibatkan dalam simpanan energi pada sel-sel lemak. Mereka menyarankan VMH mungkin mengonrol pelepasan insulin karena memotong saraf vagus (yang juga menstimualsi pankreas untuk melepaskan insulin) menghilangkan kegemuka pada tikus yang dirusak VMHnya. Dalam mendukung hiopotesis insulin, Oomura (1976) melaporkan baha sel-sel dalam LH dan VMH sensitif erhadap glukoa, insulin dan asam lemak bebas, yan gmenunjukkan sebuah sistem yang diusulkan oleh Keeey danPOwley bisa ada. Wood, Decke, dan Vaselli (1974) mengusulkan dua hormon, insulin dan somatotropin 9hormon pertumbuhan) terlibat dalam regulasi berat badan jangka panjang. Beberapa lini riset menyatakan bawh aperilkau makan, yang dipandang dari perspektif regulasi jangka panajng, melibatkan suatu sistem yang mampu mendteksi perubahan-perubahan simpanan lemak tubuh dan mengubah asumpan untuk menyesuaikan dengan simpanan-simpanan tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar