Rabu, 13 April 2011

Bab 1 (ini finish)

Bab 1
Pendahuluan
Tinjauan bab
Bab ini membahas pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Apa motivasi itu?
2. Apa akar filsafat dan fisiologi motivasi?
3. bagaimana motivasi dipelajari?
4. apa tujuan buku ini?

Pendahuluan
Teresa memiliki problem. Ketika bayi dia sangat gemuk dans aat ini pada usia 14 dia dihantui oleh problem berat badannya. Kehidupan Teresa mpenuh dengan stres. Ibunya selalu mengeluhkan Tersa tentang berat badanya dan dua adik laki-lakinya selalu mengejeknya. Teresa juga menjadi korban olok-olok di sekolah. Di sekolah dasar anak-anak lain selalu mengejekna; sekarnag ketika remaja, dia diabaikan atau dihina oleh teman-temannya lain. Semua faktor dalam kehidupan Teresa membuatnya menjadi anak yang malang, dan ketika Teresa bersedih, dia makan. Sehingag siklus kejam ini dimulai dari makan dan berlanjut dengan makan. Kisah teresa ini menjelaskan beberapa kompleksitas motivasi. Sekarang kami perlu menguji konsep motivasi.

Konsep Motivasi
Motivasi adlah kosnep yang kami pakai ketika menjelaskan kekuatan-kekuatan yangbekerja pada atau berada dalam sebuah organisme untuk memulai dan mengarahkan perilaku. Kami juga menggunakan kosnep motivasi untuk menjelaskan perbedaan-perbedaan intenstias peirlaku. Perilaku-perilaku yang lebihkaut dianggap disebbakan oleh tingkat motivasi yang lebih tinggi. Selain itu kami sering menggunakan kosnep motivasi untuk menyebutkan arah perilaku. Ketika kita lapar, kita mengarhakan perilaku kita pada cara-cara mendapatkan makanan.
Mengapa studi perilaku memerluakn konsep motivasi? Satu alasan yang sering idsarankan oleh observasi biasa dan ilmiah adalah bahwa ada sesuatu yang memicu perilaku. Kadang-kadng kita bertindak engan cara tertentu dan kadang-kadang tidak. Apa yang berbeda dari waktu ke waktu ini? Mungkin motivasi mucnul keitka kita bertidnak tapi tidak muncul ketika kita tidak bertindak. Konsep motivasi membantu menjelaskan mengapa perilaku terjadi dalam satu situasi tapi tidak pada situasi yang lain. Selama konsep tersebut meningkatkan pemahaman kita untuk memahami dan mempredisikan perilaku, konsep ini berguna. Keitka pembaca akan menemukan buku ini, banyak psikolog menemukan konsep motivasi itu berguna.

Pengukuran motivasi
Sebagai ilmuwan kita hampir tidak pernah mengukur motivasi secara lnagsung. Kita memanipulasi suatu kodnisi stimulus (S) dan kemduian mengukru suatu perilaku dalam bentuk respon (R). Misalkankita menjauhkan makanan dari tikus selama 48 jam (sebuah bentuk kekurangan) ketika stimulus kita mengubah (S) dan mengamati seberapa cepat tikus tersebut berlari dalam maze (R) untuk mendapatkan makanan pada kotak tujuan (lihat gambar 1.1). selanjutna, misalkan kita mengamati bawha tiksu kita berlari lebih cepat setelah 48 jam mengalami kelaparan daripada ketika tidak kelaparan. Dalam eksperimen hipotesis ini kita memanipulasi jam-jam tanpa makanan dan mengukur keepatan berlari – kedua hal ini bukanlah motivasi. Motivasi bisa diduga dari peruabahn peirlaku yang tgerjadi, dan sebuah indiaksi kekautannya bisa diamati pada kecepatan tiksu merespon dalam maze. Sehingga konsep motivasi membantu kita memahami perubahan dalam perilaku binatang (beasumsi bahwa beberapa alterantif lain tidak bisa menjelaskan perubahan dengan lebihbaik) dan kita mungkin menyebut kondisi motivasional yang diduga ini sebagai rasa lapar. Konsep motivai dalam contoh ini berfugnsi sebagai variabel pengganggu. Variabel pengganggu mucnul di antara stimulus dan respon dan berfungsi menghubungkan keduanya. Sehingga motivasi berfungsi menghubugnakn perubahan stimlus (kelaparan) ke perubahan perilaku (meningkatnya kcepatan berlari) dan memberikan penjelasan yang mungkin untuk hubungan antara stimulus dan respon, seperti ditunjukkan pada gambar 1.2.
Sifat pengganggu dari proses-proses motivasional adlah salah satu alasan mengapa motivasi sulit dipelajari. Kesulitan kdua berasal dari sifat motivasi yang temporer. Para psikolog biasanya menejlaskan sifat temporer motvasi dengan menyebutkan bahwa motivasi kita adalah variabel performa. Ketika terdapat cukup motivasi, perilaku dijalankan; ketika motivasi tidak ada, perilaku juga tidak ada. Motivasi sebagia variabel perforams ering dilawankan dengan pembelajarna, ketika lebih banyak perubahan permanen pada perilaku terjadi (meski pembelajaran juga mempengaruhi performa). Kita mempelajari banyak hal yang tidak segera m ditunjukkan dalam perilaku, tapi peragaan perilaku yang dipelajari bergantung setidaknya pada motivasi yang cukup. Sebenarnya setiap area khusus did alam psikologi menganalisa situasi-situasi yang melibatkan kombinasi antara proses-proses spesifik dan performa dari proses-proses tersebut dalam perilaku.

Karakteristik Motivasi
Ktia sudah membicarakan motivasi seolah kita tahu apa artinya. Tentu saja setiap dari kita memiliki perasan intuitif tentang apa yang disebut sebagai motivasi, namun masih sulit kita mendefinisikannya. Kleiningna dan Kleinginna (1981), misalnya, mengumpulkan 102 pernyataan penentu atau pengkritik yang berkaitan denganmotivasi. Di buku-buku tentang topik ini terdapat beberapa definisi yang berbeda, satu karakteirstik motivasi yang sering disebutkan adalah sifat mengaktivasinya.

Aktivasi
Sifat mengaktivasi dari motivasi atau aktivasi, sering dilihat pad produksi perilaku. Apakah organisme yang diamati bertindak dengan cara tertentu? Jika demikian, setidaknya ada sedikit motivasi yang muncul. Jika tidak ada perilaku overt yang ditgemukan, maka level motiavsional organisme bisa tidak mencukupi untuk memicu perilaku. Sementara terjadinya perilaku overt biasanya dijadikan sebagai bukti untuk motivasi, ketiadaannya tidak selalu ebarti motivasi tidak ada. Misalnya, pertimbangkan seekor kelinci yang menjadi akku ketika predator mendekat. Apakah kelinci tidak termotivasi oleh kehadiran ancaman ini? Mungkin tidak. Sebenarnya, semetnara perilaku overt bisa absen dalm situasi ini, indeks-indeks perilakus eperti denyut jantung, output adrenalin dan setrusnya mungkin tinggi. Moralnya jelas – meski motiavsi dianggap sebagai mengaktivtasi perilaku, perilaku yang diaktivasi mungkin tidak selalu overt. Kita harus hati-hati dalam mengasumsikan tidak adanya moivasi ketika tidak mucnuk respon yang overt; mungkin kita tidak mengukur respon atau beberapa respon sedang diaktiviasi. Sayangnya, bagi banyak kondisi motivasional, perubana-perubahan apda motivasi menyebabkan perubahan-perubahan pad perilaku overt.
Karakterisitk kedua yang sering disebtukan berkaitan dngan cir-ciri pengaktif motivasi adalah persistensi. Biantang yang lapar berusaha keras untuk mendapatkan makanan. Demikian jgua manusia seringkali berusaha keras bertindak dalam cara-cara tertentu ketika peluang sukses sangat kecil. Osbervasi dari persistensi lanjutan ini mendorong banyhak psikolog untuk menganggapnya sebagi sebuah indeks motivasi. Indeks ini juga tidak bebas masalah. Seberapa keras sebuah perilaku bergantung setidaknya pada perilaku-perilaku alternatif apa yang tersedia. Misalkan seekor kera yang lapar diajari menekan tuas untuk mendapatkan makana. Selama beberapa jam setiap hari, kera ini ditaruh di sebuah bilik eksperimental yang hanya berisi sebuah tuas. Tentu saja monyet ini tidak harus menekan tuas, tapi ada sedikit hal lain untuk dilakuakn, dan jika menekan tuas dipelajari, ini akan tersu tejradi. Di sisi lain, misalkan monyet ditaruh di sebuah kamar di mana beberapa rspon yang berbeda selain menekan tuas tersedia. Jika respon-respon alteernatif tersebut menimbulkan asil yang berbead, menekan tuas mungkin kurang persisten. Dalam situasi-situasi reposn ganda (seprti yang sering terjadi dalam situasi-sitausi natualistik) persistensi kontinyu mungkin mencerminkan ekuatan motiasional tapi seperti disebutkan Bek (1983), riset motivasional tidak hanya menguij persistensi dalam situasi-situasi di mana lebih dari satu respon dimungkinkan. Sehinga meski persistensi nampak menjai satu idneks motivasi perlu disadari bahwa faktor-faktor lain bisa jgua berkontribusi terhadap persistensi perilaku.
Observasi biasa dan laboratorium emnyatakan bawha perilaku energetik lebih termotivasi daripada perilaku enggan. Seekor tikus yang belari lebih cepat daripada tikus lain pada sebuah maze bisa juga lebih termotivasi. Sebuah hipotesis kemugnkiann benar jika kita mengetahui juga bahwa dua tikus tersbeut berbeda dalam hal tingkat laparnya tapi tidak berbeda pada seberapa baik mereka beljar lari di maze. Kekuatan meerspon adlaah karakteristik lain yang dikaitkan dengan adanya motivasi. Tapi seperi karakteristik lain yang kami pelajari, repson-respon kuat tidak selalu berarti motivasi tinggi.dimungkinkan untuk mengajari tikus bawha respon yang benar untuk mendapatkan makanan adalah dengan menekan ke bawah tuas dengan menggunakan tenaga tertentu. Misalkan kita merancang sebuah eksperimen di maan tikus yang lapar harus menekan tuas respon dengan kekuatan yang besar agar pelet makanan bisa didapatkan tikus. Jika kita secar atidak sadar mengamati tikus yang “kuat” tersbeut kita mungkin menyimpulkan bawha mereka sangat termotivasi untuk menekan tuas. Meski demikiand alam kasus ini kami bisa jadi salah karena repson yang kuat tidak akan menunjukkanmotiavsi saja; faktor-faktor seperti belajar merepson dengan kuat juga dilibatkan.
Respon kuat, persistensi dan ketangguhan adalah karakteristik ciri-ciri aktivais motivasi, dengan berasumsi bahwa faktor-faktor lain bisa dihilangkan dan di bawah kodnisi yang tepat, indeks-indeks yang masuk akal dari adanya motivasi. Aktivasi biasanya dianggap sebagai salah satu dari dua komponen utama motivasi; meski demikian Birch Atkinson dan Bongort (1974) menyarankan bahwa aktiviasi perilaku tidak boleh menjadi perhatian utama dari analisis motvaisonal karena organisme terus-menerus aktif. Apra peneliti tesebut mengusulkan bahwa analisis motivasional harus menguji kodnisi-kondisi yang menyebabkan organisme berubah dari satu aktivitas ke aktivitas lain. Dalam kat lain, direksionalitas perilaku adalah apa yang penting.
Petunjuk
Ketika kita lapar kita melangkah ke kulkas, dan ketika haus kita mencari wadah air. Bagaimana kita memutuskan untuk mengarhakan perilaku kiat? Pertanyaan-pertanyaan ini melibatkan pertimbangan mekanisme mana yang megnarahkan perilaku. Meski cara khusus di mana direksioalitas dicapai diperdebatkan oleh para ahli teori, banyak psikolog berpendapat bahwa motivasi terlibat. Direksionalitas sering diangap sebagai idneks kondisi motiasional, petunjuk bahwa perilaku tertentu akan terjadi biasanya jelas, seperti mendatangi kulkas ketika lapar; meskid emikain ketika ada beberapa pilihan, direksionalitas kadang-kadang tidak bgitu jelas. Misalkan kita memiliki dua botol, masing-asmign diisi dengan larutan air dan sukrosa (gula meja) tapi dengan konsentrasi yang berbeda. Akankah tikus menjadi lebih termotivasi oleh slah satu dari dua konsentrasi ini? Untuk menentukan mana yan glebih memotivasi, kita akan menjalankan sebuah uji preferensi. Tikus diberi peluang untuk menyesap cairand ari botol, dan kita mengukur jumlah yang dikonsumsi. Jikakit amelakuakn uji tersebut, kitaakan menemukan abwah tikus memilih larutan gula yang lebih pekat dan ktia akan meiliki bukti bawha larutan sukrosa yang lebih pekat lebih meotivasi. Dalam beberapa situasi pengujian preferensi menjadi cara terbaik untuk menentukan yang mana dari beberapa alternatif yang paling memotivasi karena indeks-indeks sperti persistensi dan ketangguhan mungkin tidak menunjukkan perbedana. Sebenarnya Beck (1983) mengangap referensi sebagai indeks motivasional yang palign dasr.

Studi motivasi: kategori-kategori analisis
Ketika anda melangkah ke bab-bab berikutnya anda akan menemuakn bahwa motivasi sudah dipelajari dri beragam sudut pandang yang berbeda. Scara umum kita bisa mengurukan pandangan-pandangan tersebut setidaknya apda empat dimensi, masing-masing mengandung poin-poin yang menunjukkan pandagan yang bertentangan seperti ditunjukakn pada gambar 1.3. meski dimensi-dimensi tersebut saling tumpang tindih dalam beberap aal, analisis berukut berusaha memberikan sebuah kerangka yang di dalamnya siswa bisa memahami sudut-sudut pandangan yang berbeda tersebut. Tentu saja kerangka-kerangka lain juga mungkin.

Nomothetiv versus idografik
Riset mungkin berada pada kontinum dari pendekatan-pendekatan nomotetik ke pendekatan idiografik. Pendekatan nomotetik meliputi pengembangan hukum-hukum umum atau universal. Jenis riset ini mempelajari kelompok-kelompok orang atau binatang dan menentukan bagaimana mereka bisa mirip. Misalnya mengidentifikasi struktur otak seperti hipotalamus di dalam motivasi bersifat nomotetik karena riset menunjukkan bahwa hipotalamus terlibat dalam proses motivasi tidak hanya terjadi pada satu tikus tapi juga pada beberapa tikus secara umum. Sering diasumsikan bahwa aturan-aturan umum yang dipakai untuk mempelajari satu spesies juga akan berlaku pada spesies lain. Meski asumsi ini kadang-kadang salah dan selalu menimbukan kritik, pendekatan nomothetic berusaha menemukan hukum umum yang bisa diterapkan pada situasi sebanyak mungkin. Dalam studi motivasi, pendekatan nomotetik mendominasi. Berbeda dengan analisis nomotetik adalah pendekatan ideografis yang mengusulkan bahwa kita bisa memahami perilaku dengan melihat bagaimana orang-orang berbeda satu sama lain – yaitu dengan menguji ciri-ciri yang membuat setiap orang unik. Dalam motivasi pendekatan idografis paling sering dipakai oleh ahli teori aktualisasi dan humanis (lihat bab 12).

Bawaan versus dipelajari
Para psikolog sudah berdebat hampir 100 tahun tentang kontrbusi yang diberikan oleh kecenderungan bawaan versus dipelajari terhadap perilaku, dan motivasi sebagia area khusus dalam psikologi masih belum lepas dari pernyataan ini. Par aahli teori awal seperti McDougal dan James (1890) melihat motivasi dikotnrol terutama oleh motif-motif bawaan yang mereka sebut insting. Meski pendekatan-pendekatan awal tersbeut tidak berlangsung lama, rist modern tentang komponen bawaanmotivasi diusahkan oleh kelompok behavioris dan ethologist. Selama pertengahan abad 20 psikologi didominasi oleh riset tentang faktor-faktor yang terlibat dalam pembelajaran. Para ahli teori dan peneliti sudah mempelajari bagaimana perilaku dipelajari dan banyak temuan sudah bisa diterapkan untuk menguasai kondisi-kondisi motif. Mungkin gagasan motivasional terpenting yang berkembang dari karya ini adalah konsep motivasi insentif. Kami akan menjelaskan motivasi insentif dalam bab 6.

Internal versus eksternal
Dimensi lain dimana motivasi bisa dipelajari adalah berkaitan dengan sumber motiasi – yaitu sumber motivasi internal versu eksternal. Satu pendekatn utama terhadap studi motivasi melibatkan die bahwa kondisi-kondisi motifi yang berbeda bisa dikonseptualisaiskan sebagai kebutuhan yang ketika aktif mendorong perilakuuntuk mengurangi kebutuhan tersebut. Kebutuhan biasanya dipandang sebagi sumber itnernal motivasi yang mengaktivasi dan mengaahkan perilaku pad item-item dalam lingkungan yang meredakan suatu kondisi deprivasi. Alam konteks ini kebutuhan seringkali dimasukkan sebagia istilah fisiologi meski beberapa ahli teori juga memasukkan kebuthuan sosial dan psikologi di dalam kerangka mereka. Berbeda dengan para ahli teori kebutuhan, beberapa orang menekankan sumber-sumber motivasi eksternal. Para ahlit eori tersebut umumnya menguji efek-efek yang memotivasi sejumlah obyek tujuan atau hubungan sosial. Menurut sudut pandang ini motivasi bisa diaktivasi oleh perubahan-perubahan dalam lingkungan eksternal. Misalnya, perilaku membantus eringkali bergantung pada jumlah orang yan gada. Riset menunjukkan bahwa adanya orang lain sering menghambat respon-respon membantu.

Mekanistik versus kognitif
Bagaimana proses-proses yang mengontrol moitvasi bekerja? Apakah prsoes-proses tersebut buta dan mekanis, dipicu secara otomatis oleh perubahan-perubahan pada kondisi internal dan eksternal atau apakah mereka dikontrol oleh pemikiran sengaja dan rasional? Seperti yang bisa anda duga, para ahli teori membela kedu apihak. Beberapa ahlit eori berpendapat bahwa motif-motif sperti lapar, haus dan seks dipicu scara otomatis oleh perubahan-perubahan pada faktor-faktor seperti kadar gula darah, keseimbangan cairan dan kosnentrasi hormonal. Para peneliti lain menyatakan bahwa motif-motif yang dipelajari bsia juga menciptakan perilaku di luar kesadaran. Pendekatan mekanistik ini berasumsi bawha perubahan apda fkator-faktor tertentu mengaktifkan sirkuit yang pada gilirannya memotivasi organisme untuk terlibat dalma perilaku yang tepat. Kesadaran yang sadar atu maksud sadar di pihak oragnsime tidak dipelajari. Para peneliti yang mendukung pandangan mekanistik sering teratrik pada kondisi kebutuhan internal dan pola-pola perilaku bawaan. Sebaliknya para peneliti lain yang lebih sering teratirk pad kondisi termotivasi secara ekstenral dan motif-motif yang dipelajari, percaya bahwa proses-proses motivasional bersifat kognitif. Pendekatan kognitif berasumsi bawha cara di mana inforamsi ditafsirkan mempengaruhi kondisi-kondisi motif. Misalnya, menyebutkan kegagaln pada tugas pada kesulitannya kemun gkinan menimbulkan pengaruh yang berbeda terhadpa motivasi di masa mendatang daripada menyebutkan kegagalan terhadap tidak adanya kemampuan. Kompleksitas motiasvasi adalah bahwa cukup aman untuk berasusmi bawha semua pendekatan yang disebutkan memiliki suatu validitas. dalam situasi-situasi tertentu perilaku nampak dpahami terbaik sebagai dimotivasi oleh kondisi internal yang mengaktivasi organisme untuk merespon secara genetik. Perilaku-perilaku lain disebabkan oleh informasi eksernal yang ditrapkan atas pengalaman yang didapatkan. Beragam kombinasi pendekatan cocok dengan pengamatan kita terhadap perilaku-perilaku lain. Singkatnya, saat ini tidak ada pendekatan yang lebihbaik daripada pendekatan lain dalam menjelaskan motivasi secara keseluruhan. Beberapa pendekatan menjelaskan kondisi-kondisi motif tertentu lebihbaik daripada yanglain; meskid emikian dengan bergantung pada motif yang dipelajari, penekasan terbaik bisaberupa nomotetik atau idiografik, bawaan atau dipeljari, internal atau eksternal, mekanistik atau kognitif atau kombinasi keduanya.

Level-level analisis
Sebelum menutup diskusi tentang analisa motivasi, kami akan menyebutkan beberapa level berbeda yang bisa dipelajari. Karena motivasi memotong banyak area khusus di dalam psikologi, jumlah level (dan beberapa sublevel di dalam level) ini sangat besar. Kami akan mengelompokkan beragam level tersebut menjadi empat kategori utama yaitu analisis fisiologi, analisis individu, analisis ssial dananalisis filosofis.

Analisis fisologis
Meski analisis fisiologi motivasi telah dilakukan dengan menggunakan manusia dan biantang, riset terhadap binatang adalah yang paling banyak dijumpai. Level analisis ini berkaitan dengan kontrol otak terhadap kondisi-kondisi yang dimotivasi. Para peneliti tertarik pada beragam struktur otak yang memicu motivasi, di mana infromasi penting diproses oleh sekelompok sel hingga bagaimana zat-zat kimai dalam otak mengubah kondisi-kondisi motivasional. Sehingga kami bisa menentukanbanyak sublevel di dalam analisis fisiologis motivasi.
Studi-studi tetnagn peran sistem saraf dalam motivasi seringkali memerlukan manipulasi listrik, kimia atau bedah terhadap area-area otak yang dipetakan. Misalnya pad 1954 James Olds dan Peter Milner melakuakn studi terhadap tikus dengan memasang kawat-kawat tipis yang disebut lektroda ke beragam bagian otak. Elektroda tersebut dirancang sedemikian hingga bagian-bagian otak bisa distimulasi secara elektrik oleh pengeksperien.
Situasi eksperimental disusun sedemikian rupa sehingga jika tikus menekan sebuah tuas arus akan masuk ke elektroda. Bagi setiap ujuan, tikus yang sudah dipasang elektroda pada daerah septal akan menekan tuas beberapa ratus kali per jam untuk mendapatkan arus listrik lemah ini. Dengan standar-standar pengkondsian konvensional, stimulasi listrik harus dinilai sebagai reward yang kuat. Satu tiksu menekan tuas lebih dari 700 kali dalam periode 12 jam sementara tikus lainnya merespon 1920 kali dalam satu jam. Ketika arus listrik dimatikan, menekan batang segera berhenti; ketika dinyalakan lagi, menekan batang kebali dilakukan. Tikus nampak sangat termotivasi untuk mendapatkan stimulasi listrik danbekerja lama untuk mendapatkannya. Impresi ubyektif yang didapatkan seseorang dari mengamati tikus stimulasi-diri tesebut adlah bahwa stimulasi listrik cukup menyenangkan.
Sejak penemuan tempat-tempat stimlasi dir dalam otak oleh Olds dan Milner, ratusan studi lainnya telah dilakuakn. Efek-efek tersbeut terbukti jauh lebih kompleks daripada yang diduga sebelumnya; dalam bab ini riset menunjukkans atu metode mendapatkan pengetahuan tentang motivasi. Manipulasi langsung otak oleh stimulasi listrik menunjukkan adanya sirkuit otak yang bisa aktif ketika terjadi rewad. Sirku-tsirkuit yang nampak menimbulkan efek hukuman terhadp perilaku juga dicatat (misalnya Delgado, Roberts & Milner, 1954).
Stimulasi listrik terhadap otak hanyalah satu dari beberap teknik yang dipakai dalam studi motivasi pada level fisiologis. Para peneliti juga bisa mempelajari motivasi dengan menstimulasi otak secara kimia setlah memasukkan tabung kecil (disebut kanula) ke bagian otak tertentu, menyuntikkan cairan, dan mencatat bagaimana motviasi berubah. Selain itu, para peneliti kadang menciptakan elsi dalam otak dengan mengeluarkan beberap abagiannya dan mengamati bagaiman amotivasi diubah. Teknik-teknik ini menunjukkan bahwa beragam motivator, termasuk makan, minum dan gairah seksual, ketkautand an agresi bisa diubah dengan memanipulasi area-area otak tertentu. Yang terakhir kita harus mnecatat adanya kemungkian mencatat aktivitas listrik alami otak selama beragam kondisi termotivasi. Aktivitas umum dari kelompok-kelompok sel otak besar (disebut neuron) bisa dicatat oleh EEG, sementara kelompok-kelompok sel kecil bahkan satu neron bisa direkam menggunakan depth-electrode. Meski seorang peneliti sering menggunakans atu atau dua teknik fisiologis, data yang dikumpulkan oleh semua teknik tersebut harus konsisten. Jika teknik-teknik lesi menunjukkan area otak terlibat padaproses makan, maka stimulasi kimia atau listrik terhadap area ini dalam subyek eksperimental lain mestinya membangkitkan aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan makanan. Demikain pula, pencatatan dari area otak ini selama perilaku makan harus menunjukkan perubahan aktivitas di dalam sel-sel tersebut. Sayangnya, konvergensi informasi dari beberapa teknik eksperimental yang berbeda tidak selalu konsisten. Alasan tidak adanya konsistensi ini sangat komples dan tetap menjadi maslaah untuk memahami motivasi pad lvel analisis fisiologis.

Analisis individu
Studi motivasi pada level individu meliputi riset yang dimaksudkan untuk memahami perubahan-perubahan motivasional yang terjadi pada seseorang akibat kodnisi intenral atau eksternal. Analisis pada level ini terjadi sama seringnya pada riset binatang dan manusia. Pada riset binatang kekurangan sering dipakai untuk mngubah kondisi motivasional organisme; misalnya peneliti menstimulasi kebutuhan akan pretasi dengan emmbeiritahu subeyk bahwa mereka gagal pada tugas penting. Yang lebih sederhana, subyek manusia kadang dianya dengan menggunakan teknik survei eperti kuesioner untuk menyebutkan motfi-motif mereka sendiri. Satu teknik yang diemangkan oleh Rotter (1966) memberi wawasanyang besar bagi para ahli teori tentang bagaimana orang-orang memandang diri mereka sendiri.
Meski riset pada level ini dilakukan utnuk meberi wawasan tentang faktor-faktor motiasional penting yang mempengaruhi periaku individu, sebagian riset tipe ini dilakukan dengan kelompok-kelompok individu. Pengujianbeberapa individu meningkatkan kemungkinan menemukan sebuah efek dan mengambil pendekatan nomothetic; cukup tepat untuk berasumsi bawha perubahan-perubahan perilaku yang terdeteksi dalam beberap aorang juga muncul pada orang-orang secara umum. Contoh dari pendekatanini adalah rsiet Bandura dan rekan yang berkaitan dengan bagaimaan agresi bisa dipelajari pada anak-anak (Bandura 1973).
Dalam satu studi Bandura menampilkan kepada anak skeolah sebuah film di mana seorang dewasa menyerang boneka Bobo seukruan mansuia dengan cara-cara yang tidak lazim. Misalnya, oang dewasa ini memuul bineka Bobo dengan pukulan besar dengan mengatakan hal-hal seperti ”Socko!” dan ”Pow!”. Kelompok anak kedua melihat peirlaku yang sama dilakukan oleh sebuah tokoh kartun (seorang dewasa yang memakai kostum kucing). Kelompok ketiga mengamati perilaku-perilaku agresif yang dilakukan oleh model dewasa nyata, sementara kelompok keempat melihat model hidup bertindak lembut dan tidak agresif terhadap boneka Bobo.
Segera setealh itu, anak-anak dibawa ke sebuah ruangan yang berisi beberapa mainan berbeda, termasuk boneka Bobo. Perilaku anak-anak baik dari bentuk agresi baru yang digambarkan oleh oang dewasa dan untuk agresi kesleuruhan. Hasil eksperimen menunjukkanbawha perilaku model nyata lebih sering ditiru daripada perilaku model kartun atau perilaku model dalam film. Meski demikian, imitasi signifikan terhadp perilakua gresif dari model yang difilmkan dan tokoh kartunjuga terjadi. Yang menarik adalah temuan bawha anak-anak tidak hanya meniru perilaku agresif yang mereka lihat tapi juga mereka melaukan banyak perilaku agresif dengan aranya sendiri. Riset Bandura penting untuk memahami motivasi pada level individu karena ini sangat menunjukkan bahwa eberapa perilaku termotivasi itu dipelajari melalui observasi. Sehingga jika orang tua atau rekan kit abertindak agresif, kita akan belajar untuk bertindak demikian pula. Jika modle-model yangkita amati menunjukkan dirinya termotivasi untuk bekerja keras, mengejar kesempurnaand an menajdi sukse,s kita cenderung termotivasi untuk menirunya.

Analisis sosial
Perenungans ejenak akan mengungkapkanbahwa perilaku kia seringkali berbeda ketika ktia beada dalam kelomopk orang lain. Perilaku dala di ruang kelas umumnya bisa diprediksikan; par siswa membuat catatan, mengajukan pertanyaan dan kadang-kadang tertidur; profesor memberi kuliah, menjawab pertanyaan dan cenderung menulis di papan tulis. Orang-orang yang sama tersebut bertindak scara berbeda pada kelompok-kelompok yang berbeda. Para siswa dan profesor mungkin minum minumanberalkohol, menari, berdebat politik dan memainkan game-game bodoh yang bahkan tidak mereka perhatikand alam kodnisi-kondisi lain. Motivasi kita untuk ikut dalam serangkaian perilaku berbeda tersebut seringkali dipelajari oleh para psikolog sosial; para psikolog tersbeut memberitahu kita bahwa perilaku kita sagnatg dipengaruhi oleh faktor-faktor situasioanl dan oleh kehairan orang lain. Sebagia contoh, studi-studi konformitas yang dilakukan oleh Somlomon Asch menunjukkan sekiar 80% subyek yang dia uji menyesuaikan diri dengan keputusan kelompok setidaknya sekali meski keputusan tersebut jelas-jelas salah. Ketika diwawancarai setelah eksperimen, banyak subyek menyebutkan mereka tidak memeprtanyakan keputusan kelompok tapi lebih lebhih beprikir mengapa mereka berbeda dari kelompok. Subyek-subyek tersebut juga menunjukkan keinginan kuat untuk menyesuaikan diri. Motivasi bisa dianalisa tidak hanya pada level fisiologis atau individu tapi juga pada level kelompok. Kelompok-kelompok bisa memengaruhi motif-motif kuta dan bersama dengan variabel-variabel situasional, mengubah cara kita bertindak.

Analisis filosofis
Satu level analisis akhir harus disebutkan. Teori motivasional dimasukakn degan asumsi-asumsi filosofis yang seringkali subtil. Par aali teori kadang-kadang memandang motivasi secara neagtif; yaitu mereka melihat adanya motivasi sebagi kodnisi aversif yang ingin diatasi oleh perilaku. Freud mungkin merepsentasikan contoh yang bagus dari filsafat motivasi ini. Menurut Freud, kondisi motivasional menciptakan kondisi ketegangan dan individu ingin menguranginya. Lebih lanjut Freud berpikir bahwa individu memiliki sdikit kontrol terhadap kodnisi bawaan yang menimbulkan ketegangan motivasional ini dan akibatnya ego harus berulangkali mengontrol prilaku agar tensi-tensinya tetap rendah di dalam id.
Par psikolog humanis menunjukkan perbedaan tajam dengan pandangan negatif motivasi yang ditunjukkan oleh Freud. Tidak seperti Freud, yang emgnanggap perilaku ktia disebabkan oleh kekuatan dari dalam yang cukup kuat yang sebagian besar tidak kita sadari, para ahli teori seperti Rogers dan Maslow mengsuulkan bawha perilaku ktia diarahkan pada aktualisasi diri. Motviasi dari sduut pandang ini adalah sebuah kekautan positif yang menekan individu untuk menjadi semau yang bisa dia lakukan. Saya anggap pendekatan Freud dan humanis sebagai contoh analisis filosofis kaerna 1) deskripsi motivasi dan efek-efeknya bergantung pada filsafat a para ahli teori (manusia pada dasarnya jahat versus manusia pada dasarnya baik) dan 20 teori-teori yang disesuaikan sehingga sulit untuk mengujinya secara eksperimental. Akibatnya, sesoerang harus menerima atau menolk proposis-porosisi mereka berdasarkan pada argumen-argumen filosofi yang emreka berikand airpad aterhadap data empiris. Saya tidak ingin menunjukkan bahwa pendekatan-pendekatan tersebut harusd ihilangkan karena data empiris kruang tersedia.

Analisis Problem Teresa
Sekarang kita kembali pada ksiah di awal bab. Teresa mengalami problem berat badan. Mengapa? Kita bisa menganalisa problem Tersa pada empat level yang sudah kita bicarakan. Pad alevel fisioologis Teresa mungkin memiliki predisposisi genetik untuk menjadi emuk. Ini bisa disebabkan kelebihan sel-sel lemak atau gangguan metabolik yang mencegahnya untuk menggunakan energi dengan tingakt yang sama speerti oragn lain. Mungkin juga dia mengalami kerusakan pada struktur-sturktru otak yang berfungsi mengontrol selera makan sehingga dia bisa sangat lapar atau tidak memiliki mekanisme untuk menghambat asupan makanan. Pada level analisis fisiologis, kita akan mencari dasar problem Teresa dalam perubahan-perubahan fisiologis yang merusak proses-proses yang menjaga kstabilan berat badan.
Pada level analisis individu, kita mungkin menyelidiki kemungkinan Teresa belajar makan berlebihan keitka dia cemas. Mungkin ketika bayi dia diberi botol ketika nangis, apakah dia lapar atau tidak. Jika Teresa menghubungkan makan dengan kcemsan yang memicu tangisan dan makan mengurangi kecemasan tersebut; maka dia akan mengulangi perilaku makan tersebut ketika cemas. Ketika umurnya bertambah dan dicela oleh adik laki-lakid an teman bermainnya dan juga dicemooh oleh ibunya, kecemasan tentang berat badannya bisa memicu siklus yang lebih buruk yang kemudian menyebabkan makan, yang pada akhirnya meningkatkan berat badan dan akhirnya cemas. Untuk memahami problem Teresa pada level individu kami akan berusaha menemuakn kodnisi-kondisi apa yang memotivasi perilaku makannya. Apakah dia makan dalam suatu kodnisi tapi tidak pada kondisi lain? Apakah dia makan karena cemas? Apakah pengalaman di masa lalu berperan dalam problem makannya? Jawaban bagi pertanyaan tersebut mungkin bisa menjealskan alasan problem Teresa.
Pada level sosial, kita bisa menguji kehidupan keluarag Teresa lebih cermat. Mungkin ibu teresa selalu memberi makanan berporsi besar dan meminta setiap orang untuk tidak menyisakan makanan di piring. Teresa mungkin belajar makan meski dia tidak lapar karena dia tidak diizinkan meninggalkan meja hingga piringnya bersih. Karena dia ingin didukung oleh sang ibu, Teresa menurut dan makan bahkan keitka dia tidak lapar. Sekarang dia kelebihan makan karena tidak lagi memperhatikan kondisi internal rasa laparnya. Selain itu, karena Tereesa tidak punya citra diri yang terlalu bagus, dia mungkin perlu melakukan konformasi. Jika dia keluar bersama teman-temannya dan mereka makan makanan berlemak, akan sulit baginya untuk menolak. Situasi-situasi konformitas lain bisa muncul di dalam keluarganya. Adik-adiknya, yang secara fisik aktif, bisa makan es krim dan kue dan manisan lain tanpa mengalami kegemukan. Akan sangat sulit bagi Tereesa untuk menghidnari makanan itu orang lain di keluarganya memakannya. Analisis kelopok terhadap problem teresa akan merujuk pada interaksi-interaksi yang dia alami bersama orang tua, saudara kandung danr ekan. Apakah pemenuhan dan konformitas berpran dalam problem makannya? Jika demikian konseling keluarga mungkin bisa berguna.
Dari sudut pandang filosofi sepreti Freud, problem Teresa bisa dipandang sebagai akibat dari kecemasan seksual. Jika setiap tipe seksualitas ditolak dalam keluarganya, maka dorongan-dorongan seksual normalnya mungkin terperangkap dalam id dan hanya bsia lepas sdikti (oleh ego) dengan pelampiasan pada kebiasaan makan. Atau mungkin Teresa tidak mendapatkan kepuasan oral yang cukup selama setahun pertama dan akiat nya dia terus melakukan kompensasi dengan kebiasaan makan berlebih. Par apsikolog humanis mungkin meliaht problem makan Teresa disebabkan oleh kurangnya penghargaan positif. Jika orang tua Teresa membiarkannya percaya bahwa dirinya hanya dicintai jika bertindak benar (penghargaan positif kondisional) maka kecenderungannya untuk tumbuh dan berfungsi penuh akan terhambat. Teresa akan menyalurkan energi yuang biasanya dipakai untuk pertumbuhan ini ke dalam pertahannya untuk melindungi citra dirinya dari kecemasan yang berasal dari penghargaan positif kondisional. Kelebihan makan bisa dianalisa sebagai akibat dari distorsi kecenderungan pertumbuhan oleh kecemasan.
Seperti yang bisa anda lihat, alasan yang bisa disarankan untuk problem Teresa bergantung pada level analisis yang dipilih. Dalam kenyataannya, problem makan Wteresa kemungkinan disebabkan oleh serangkaian faktor fisiologi, idnvidiual, sosial dan filosofi kompleks. Perlu dicatat bahwa meski perilaku sederhana seperti makan bisa disebabkan oleh serangkaian faktor motviasional yang kompleks.

Gagasan-gagasan utama dalam motivasi
Sejumalhg agasan tuama seringkali dipakai dalamteori motivasional. Pemahaman terhadap beberapa gagasan itu bisa membantu membandingkan beberapa teori.

Energi
Banyak teori yang dibahas dalma buku ini mengasumsikan keberadan suatu sumber energi yang mendorong perilaku. Beberapa ahli teori mengusulkan adanya satu sumber energi untuk semau perilaku, energi di balik perilaku ini bersifat umum. Asumsi-asumsi sumber energi umum memerlukan adanya suatu mekanisme tambahan yang bisa mengarhakan energi ini scara berbeda pada waktu yang berbeda. Para peneliti lain menyatakan kekuatan di balik perilaku tertentu bersifat spesifik. Bagi mereka peirlaku pengaktivasi energi bisa juga berfungsi mengarahkan karena setiap peirlaku memiliki sumber energinya sendiri. Di saat lapar misalnya, perilaku mencari makan bisa diaktivasi dan diarahkan, sementara perilaku yang diarahkan oleh air akan terjadi saat kita haus.
Sementara beberapa teori motivasional tidak secara eksplisit menyatakan sumbe renergi bagi perilaku, sumbe rini diimplikasikan oleh banyak teori. Beberapa ahli menyatakn kosnep energi tidak perlu dan kitabsia memahami motivasi perilaku tanpa mengasumsikan adanya energi di balik perilaku. Konsep energi ini lebih penting bagi beberapa teori tapi tidak bagi teori-teori yang lain.

Keturunan/Hereditas
Beberapa mekanisme berbeda sudah diusulkan untuk membantu menjelaskan konsep motviasi. Satu pendekatan umum adalah mengasumsikanmekniasme motivasi itu terprogram secara genetik atau ”melekat” pada organisme. Pendekatna biologi ini biasanya ada dua.
Pendekatna insting mengusulkan bawha energi berakumualsid i dalam organisme dan menimbulkan kondisi termotivasi.

Pembelajaran
Peran pembelajaran dalam p;erilakut ermotivasi juga penting. Clarfk Hull mengembangkan suatu teori pada 1940an yang megnuraikan interelasi pembelajaran dan motivasi dalam menciptakan peirlkau. Para ahli eori kemudian menekankan peran isnentif dlama mengontrol perilkau yang diarahkan tujuan. Riset juga menguji bagiamana pengkondisin klasik dan operatn bisa dilibatkan dalam pengembagnan kondisi-kondisi motif. Beberapa motif Nampak dipelajari melalui observasi; proses ini, disebut modeling, bisa menjadid asar untuk peirlkau motivasi manusia.

Interaksi social
Interaksi kita dengan orang lain bisa juga memotivasi. Riset dalam psikologi social menyebutkan kekuasaan kelompok dalam memotivasi kita untuk menyesuaikan diri dan pada kekuaasaan tokoh-tokoh otgoritas dalam memoitvasi kita untuk patuh. Juga, adanya orang lain sering mengurangi kemungkinan seseorang akan memberikan bantuan dalam sitausi darurat. Situasi-situasi social berpengaruh besar terhadp peirlaku kita karena adanya orang lain akan mengubah motivasi kita.

Proses-proses kognitif
Peran proses-proses kognitif dalam motivasi semakin diakui. Jenis-jenis informasi yang kita ambil dan cara-cara informasi diproses memiliki pengaruh penting terhadap perilaku kita. Teori-teori seperti teori keseimbangan HEideger, teori disonasnsi kognitif Festinger, dan teori persepsi diri Berm menekankan peran pemrosesan ifnoramsi aktif (yaitu pemikiran) dalam mengontrol perilaku.
Teori atribusi juga menekankan peran kognitif dalam interpreasi perilkau orang lain (dan perilaku kita) dan mengindikasikan bawha perilaku kita akan didasarkan pada interpretasi-interpretasi tersebut.

Aktivasi Motivasi
Gagasan utama teori motivasional berkaitan dengan memicu motivasi. Riset dalam bidang ini menyelidiki mekanisme yang memantau kondisi oprganisme dan yang memicu motivasi ketika tubuh di luar keseimbangan. Teori-teori awal menekankan peran reseptor peripheral (disebut juga local) dalam memantau kondisi-kondisi fisik. Sehingga perut yang kosong dan kejang atau mulut kering dianggap sebagi petunjuk bahwa seseorang itu lapar atau haus.
Ketika bukti tentang teori-teori local berkembang, penekanan bergeser ke reseptor-reseptor sentral dalam otak yang memantau kondisi-kondisi seperti glukosa darah atau osmolaritas darah, yang mungkin memciu kondisi-kondisi motivasional yang tepat. Bagi beberapa ahli teori penekanan ini bergeser lagi ke peripheral dengan penemuan respetor perut, usus dan lvier yang Nampak memantau kondisi-kodnisi tertentu,
Meskid ebat tentang lokasi respetor yang memantau kondisi-kondisi tubuh masih belum terpecahkan, ada beberapa system pemantaua, beerapa terlatak pada organ-organ internal tubuh beberapa lagi terdapat di otak.

Homoeostasis
Para ahli teori sering menampilkan pandangan-pandangan yang berbeda tentang tujuan motivasi. Mungkin tujuan yang paling sering diterima adalah memelihara homeostasis (yaitu ide bahwa ada level optimal untuk beragam kodnisi tubuh). Ketika tubuh menyimpang terlalu jauh dari level optimal ini, sirkuit-sirkuit motivasional dipicu oleh reseptor-reseptor yang memantau kondisi-kondisi tersebut dan perilkau-perilkau yang akan emmbawa tubuh pada level optimalnya dimuali. Beberapa kodnisi motif nampak homeostasis. Beberapa lagi tidak bisa dijelaskan dengna mudah dengan konsep homeostasis.

Hedonisme
Mungkin penjelasan tertua untuk tujuan perilaku termotivasi adlaah die hedonisme yang berasumsi kita termotivasi oleh rasa senang dansakit. Kita belajar mendekati situasi-situasi yang menyenangkan dan belajar menghindari sitausi-situasi yang menyakitkan. Penjelasan hedonistik modern mengusulkan adanya kesenangan dan rasa sakit di sepanjang kontinum dan yang menyenangkan (atau menyakitkan) akan berubah ketika kondisi berubah. Misalnya, penawaran makan malam segera setelah sesoerang makan besa tidaklah menyenangkan.
Meski hedonisme bisa mnjelaskan beberapa kondisi motifi, teori ini tidak memberi penjelasan yang memuaskan untuk motivasi-motivasi yang menyebabkan perilaku merusak diri sendiri atau menyakiti diri sendiri.

Motivasi pertumbuhan
Pendekatan utama ketiga untuk memahami tujuan motivasi adlaah kosnep motivasi pertumbuhan. Motivasi pertumbuhan menekankan ide bahwa manusia termotivasi untuk mencapai potensi penuhnya, secar afisik, psikologis dan emosional. Rogers membicarkaan motivasi pertumbuhan ini dalam kaitannya dengan individu yang berfungsi penuh, sementara Maslow menggunakan istilah aktualisasi diri untuk menjelaskan motivasi untuk berjuang bagi pemenuhan diri personal.
Satu aspek motivasi pertumbuhan adalah perlnya mengontrol atau menimbulkan efek terhadap lingkungan kita. Ini disebut motivasi efektansi oleh suatu seseorang dan disebuat kausatif personal ole peneliti lain. Apapun namanya, semua teori motivasi pertumbuhanmenyarankan mansuia sangat termotivasi untuk menguji dan memperbaiki kapasitas mereka.

Akar-akar filosofis dan fisiologis dari teori Motivasi
Psikologi modern adlaah produk pemikiran filosofis yang bisa dilacak lagi hingga para filsuf Yunani seperti Aristoteles dan pada perkembangan-perkembangan dalam studi psikologi, banyak di antaranya terjadi antara 1800 dan 1850. Dua pendekatan ini sangat berpengaruh terhadap pemikrian psikologi dan terus mempengaruhi pemahaman kita tentang proses-proses psikologi saat ini. Seperti akan menjadi lebih jelas, studi motivasi merupakan campuran kompleks dari konspe filosofis dan fisiologis. Sementara beberapa teori brusah amemhamai motivasi hampir secara khusus dari sudut pandang fisiologi, bebrapa lagi mendekatiny dari arah yang lebih filosofis (lihat bab 12). Baik filsafat dan fisiologi menawarkan psikologi yang ingin membongkar motif-motif komplks yang mengaktivasi dan mengarahkan perilkau manusia. Perlu ditinjau scara singkat beberapa ide di dalam filsfat dan fisiologi yang mempengaruhi pemikrian psikologi modern.

Anteseden-anteseden filosofis
Aristoteles. Filsuf Yunani Aristoteles mengsulkan duaide penting yang samapi saat ini berpengaruh did alam studi motivasi. Aristoteles berpendapat bahwa jiwa itu bebas dan pikiran saat lahir itu merupakan sebuah lembaran kosong (Boring 1950). Ide pertama Aristtels sering dilawankan dengan ide determinisme yang mengusulkan bahwa semau perilaku mrupakan akiabt dari kondisi-kondisi yang mendahului perilkau. (dlaam psikologi kondisi-kondisi awal ini disebut sebagai variabel-variabel antesden).
Masing-masing dari kita punya pendapat tentang kontroversi kehendak bebas versus determinisme, tapi piskologi memilih tidak sepakat dengan Aristoteles dan mendukugn determinisme. Determinisme yang berlaku dalam psikolgoi berasumsi bawha seitap perilkau memiliki sebab. Jika perilaku Y terjai, suatu kondisi antesden X harus menyebabkannya. Sehingga jika sayamengamati sesoerang makan, saya mungkin ebrasumsi bahwa sebuah kondisi antesden yang disebut lapar bisa menyebbakan perilkau makan. Meski kondisi-kondisi antesden yang menentuakn perilkau seringkali tidak bisa diamati, psikologi berasumsi bawha suatu kondisi sebelumnya menyebabkan respon-respon tersebut terjadi. Konsep motivasi sering diusulkan sebagai kondisi anteseden yang menyebabkan timbulnya respon.
Meski psikologi modern lebih memilih determinism dibandingkan kehendak bebas, ide Aristoteles bahwa pikira merupakan sebuah kondis kosong (di mana pengalaman ditulis) memiliki pengaruh besar terhadap teori psikologi. Kosep Aristoteles ini mendorong pada pemikiran bahwa semua perilaku bisa dipelajari. Penguasan perilaku melalu pengalaman adlah satu sisi argumen yang panjang dalam psikologi yang dikenal sebagai kontroversi naure-nurture. Par apikoog agn menerima premis Aristoteles percaya bahwa pengalaman (nurture) adlaah kekuatan utama dalma penembangan perilaku. Berbeda dengan para psikolog nruture, peneliti lain menguslkan bahwa banyak dari perilaku kita terprogram oleh keturunan (nature). Kelompok terakhir ini berpendapat bahwa nature memberikan perilaku yang sudah siap pakai, yang dilakukan ketika kondisi-kondisinya tepat. Pemikiran psikologi tentang problm nature-nurture mengayun ke belakang dan k depan beberapa kali dan kontroersi ini belum pernah diatasi secara mmuaskan. Sebagian beasr psiklog saat ini mngakui bahwa kedua sisi ini benar; perilkau adlaah kombinasi antara nature dan n\urture.
Kontroversi nature-nurture penting bagi studi motivasi karena baik nature dan nurture berperan penting dalam aktivasi kondisi-kondisi motif.

Descartes. Aristoteles adalah salah satu dari banyak filsaat yang mempengaurhipemikrian psikologis. Rene Descartes juga sama berpengaruhnya. Descartes dikenal atas argumennye mengenai sifat dualistik manusia. Dualisme mengusulkan bawha perilkau manusia sbagiaan adalah asil dari pemikiran bebas, rasionald an sebagian berasal dari proses-proses otomaias non rasional tubuh. Menurut Descarters, manusia terotivasi oleh jiwa (motif-motif tipe inis eringdisebut kehendak) dan tubuh (motif-motif jenis ini sering disebut insting). Binatang tidak punya jiwa dan oleh karena itu pada dasanya merupakan otomaton (makhluk mekanik). Pendekatan meknaistik ini dan usulan Descartes tentang ide bawaan (mirip dengan pandangan plato) menajdi satu dasar untuk psikologi insting yang populer di akhir abad dua puluh. Dalam banyak hal kontroversi nature-nurture bisa diliaht sebagai pertumbuhan keluar dari filsafat Aristoteles dan Descartes.

Locke. Sebelum kita meninggalkan eksposisi singkat aka filosofis motivasi, kita perlu menguji beberapa kontirbusi aliran filsafat Inggris. Dua ide yang diusulkan oleh filsuf Inggris menjadi sangat penting bagi psikologi. Dua ide iniberkaitan dengan pentingnya pengalaman sensoris dan asosiasi ide. Kami akan mempertimabngkan filsafat John Locke sebagai represtnatif dari pendekatan Igngris, meski terdapat beberapa filsuf lain dalam kerangka yang sama ini. Locke mengusulkan ide merupakan unit-unit dasar dari pikrian (Boring 1950). Lebih lanjut dia berpikir bahwa ide-ide tersebut berasal dari pengalmaan (nruture lagi) dalam satu dari dua hal. Satu sumber ide adalah konersi sensai dari pada cahaya 521 nanometer menimbulkan perspesi warna hnijau. Ide hijau lalu beasal dari pengalaman dengan panjang gelombagn cahaya tertentu yaitu yang mendekati 521 nanoneter. Sumbe ride kedua menurut Locke adlah refleksi yang terjadi ketika pikiran mendapatkan pengetahuan dari kerjanya edniri. Sehingga seosenrag bisa mendapatkan ide dari informasi sensoris atau dari pemahaman bagaimana seseorang memanipulasi danbekerja dengan ide. Sumbe rkeda mencakup “ide tentang ide dan bagaimana ide itu terjadi.” (Boring 1950, hal 172).
Ide-ide, menurut Locke bsia sedehrana atau kompleks. Karena sebuah die sederhana meurpakan uni dasra dari pikiran, ini tidak bisa dianalisa lebih lanjut, apis ebuah die kmpleks bisa direduksi menjadi ide-ide sederhana. Kosnep ide-ide komple steridri ata side-ide senderhana menimbulkan kosnep asosiasi. Ide-ide kompleks tidak lebihd ari asosiasi-asosiasi dai ide-ide sdehana satu sama lain. Konsep asosiasi adlaah satu aksioma paling dasar di dalam psikologi. Misalna, asosiasi stimulsu terhadap stimulus, stimulus terhadap respon, respon tehadpa respon dan respon terhadap reward semuanya ditawarkan sbagai dasar pembelajaran. Asosiationisme sama pentingnya bagi motivasi karena banyak motif, khususnya yang aneh bagi manusia, nampak dipelajari melalui asosiasi. Motif-motif yang lebih tngi ini seringkali cukup kompleks tapidianggap mendapatkan sifat motivasnya mellauiasosaisi sebelumnya dengan motif-motif yang lebih dasra. Melalui hubungan-hubugnan brulang motif-motif tersebutbisa menajdi sangat kuat sehingga motif-motif yang lebih dasar di mana merek abisa dipasangkan tidak lagi prlu. Indpenednesi dari motif-motif yang lebih tinggi tersbeut mirip dengan kosnep Allport (1937) tentang otonomi fungsional.
Pendekatan-pendekatan filosofis lain berkontirbusi terhadap pemahamant entangmotivasi, banyak yang kita pelajari di sini.

Anteseden-anteseden fisiologi
Saraf motor dan sensoris. Konseppsi modern tentang peran mekanisme otak dalam motviasi sebagian besar berasal dari temuan-temuan tentang bagaimana sistem saraf mendapatkan ifnoramsid anmengontrol perilaku. Di satu waktu dianggap bahwa saraf membiarkan aliran semangat binatang dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh lain. Konsep refleks dan konsep sejenis, insting, adalah hasil dari ide bahwa sprit binatang yang beasal dari organ-oagn pengindera di satu jalur khsuus dikirm balik ke otot-otot melalui jalur khusus yang lain. Galen menduga harus ada saraf sensoris dan motor secara terpisah, tapi lebih dari 600 tahun sebelum Charles Bell mampu menunjukkan serat-serat sensoris dari saraff campuran emmasuki spinal cord pad sisi posterior, sementara serat-serat motor keluar dari cord pad asisi anterior, pada 1822 Magendie membuat penemuan secara terpisah dari Bell (Borin, 1950). Penemuan serat-serat sensoris dan motor secara terpisah ini menimbulkan studi sensasi di satu sisi dan respon disi lain. Seseorang mungkin berpendapat bawha analisis stimulus-respon pada perilaku mungkin tidak muncul sebelum fakta fundamental psikologi ini dikenal.

Energi-enerig saraf spesifik. Sekali serat-serat sensoris dan motor terbukti ada, ini merupakan lagnakh intelektual singkat untuk meralisasikan bahw seat-serat yang berbeda haru membawa jenis-jenis informasi yang berbeda, ide ini, biasanya dikaitkan dengn Muller kadang dikenal sebagai doktrin energi saraf khusus dan penting 1) karena mengimplikasikanabwha saraf dan pesanpesan berkode kusus memungknkan aliran spirit binatang dan 2) kode-kode tersebut menentukan isi ifnoramsi. Sehingga sistem saraf menjadi mekanisme penafsir aktif bukannya konduit pasif.

Sifat listrik dari impuls saraf. Pada 1780 Galvani menemukan kaki kodok bisa terpelintir ketiak otot kaki tersambung pada apa yang disebu sebagia baterei primitif (Boring 1950). Eksperimen Galvani menyatakanbahwa enerig yang melalui sebuah sraf mungkin bersifat listrik dan DuBoosi Reymon menggunakan galvanometer untuk menunjukkan bahwa energi yang melewati saraf memang merupakan energi listrik. Helmhotz mengukur kecepatan gelombagn listirk ini menuruni saraf dan menemukannya kurang dari 100 mil per jam. Seperti dicata toleh Boring (1950), penemuan Helmholtz menunjukkan kemungkinan dipelajarinya fungsi sistem sraf melalui prosedur-prosedur eksperimental.

Lokalisasi Fungsi
Kadang-kadang teori-teori penting bagi pengembangan sebuah sains meski pada akhirnya terbukti salah. Satu kasusnya aldaha frenologi Gall pada awal 1800an. Gall mengusulkan die bahwa kemampuan-kemampuan mental tertentu terltak di area-area otak khusus. Kelebihan kmampuan tertentu akan emnyebabkan prbesaran abgian tersebut pada otak, dan akibatnya, benjolan akan terjadi pada tengkorak. Menurut Glal, seseorang bsia menetnukan ekmampuan khusus seseorang dengan measakan benjolan pada kepalanya (lihat gambar 1.4). Meski ide Gall tentang membaca kemampuasn esoerang dari tonjolapada kepalanya sangat dikritik, idenya ini mendukugn padapengujian lebih lanjut lokalisasi fugnsi did alam beragam area otak. Saat ini kita mengenal banyak tentang fungsi area-area tertentu pada otak dan teori motivasi diperkuat oleh penemuan bahwa aktivitas di dalam hipotalamus (daerah di dalam otak) dikaitkan dengna perubahan-perubahan pada kondisi motivasional. Meski frenologi gal tidak lagi beerguna, penekanannya terhadap lokalisais fungsi did alam otak sangat penting.
Studi motivasi berakar pada filsfat dan fisiologi. Lebih lanjut motivasi sudah dianalisa baik sebagai kerja dari kehendak dan akiabt dari aktivitas pada pusat-pusat otak tertentu. Dalam bagian II buki ini kami menguji teori-teori yang menekankan aspek-aspek biologi dan figiologi dari motivasi. Dalam bagian III kami menguji teori-teori yang menekankan peran pengalaman sementara dalam bagian IV kami menguji motivasi sosial dan pendekatan-pendekatan yang lebih bersifat filosofi. Rogers danMaslog misalnya mengusuilakn teori-teori motivasi yang lebih bersifat filosofis daripada eksperimental. Sfiat kompleks motivasi menyebabkan pengembanganteori-teori dari banyak sudut pandang yang berbeda. sepreti kita liaht, terdapat ruang di dalam teori motivasi bagi pendekatan fisiologi, eksperiensial dan filosofis.

Aliran Ide tentang Motivasi
Untuk memahami dengan lebih baik bebrapa topik dalam buku ini, perlu dipangdang sejenak bagaimana konsep tentang motvasi berubah.
Seperti yang sudah kita lihat, teori-teori motivasi modern beakar pada ide-ide filsfat sebelumnya dan penemuan-penemuan fisologi. Satu catatan ihstoris akhir tentang perubaha pespektif para peneliti selama 100 tahun terakhir sangat penting bagi pemeriksaan kami. Pada 1800an cukup umum untuk membedakan antara perilaku bintang dan manusia dengan menggunaakn perbedaan dualistik Descartes. Binatang, ygn tidak memilki rasionalitas, secara naluriah termotivasi untuk bertindak dengan cara-cara tertentu semetnara manusia yng memiliki mtif rasionlaitas dan instingitif mungkin ebrtindak sebagia akibat dari mekanisme-mekanisme tersebut.
Pada akhir 1800an para ahli teori seperti William James (1890) dan William McDougal (1970) menyatakan bahwa banyak perilkau manusia bsiadianggap instingktif sehingga memainkan konsep mentalistik jiwa rasional atau kehendak. Kaum behavioris yang dimulai dari John Watson (1914) sementara sebagian besar menolak gagasan insting dengan mendukung analisis pembelajaran, juga menentang apa yang mereka anggap sebagai pendekatan mentalistik yang umum dalam psikologi pada masa itu. Akibatna pada awla 1900an posisi behaviosi yang kuat berkembang yang menekankan ide bawha peirlkau sebagian bsar merupakan reaksi terhadap lingkugnan dan psikologi S-R (stmulus-respon) lahir. Studi-studi Torndk (1913) tentang pentiongnya kosnekwensis ebuahr espon terhadpa perilkau di masa mdnaang meupakan argumen kuat yang mendukugn tipe analisis S-R.
Motivasi perilkau bisa disbeut berasal dari konsekwensi-konsekwensi perilkau sebelumnya; konsekwensi-konsekwensi yang menyenagnkana kan diupayakan lagi, sementara konsekwensi-konsekwensi aversif akan dihindari jika bisa. Behaviorisme pada awal 1900an adalah kembaliknya ke konsep hedonisme yang dipaparkan oleh beberapa filsuf Yunani lebihd ari 200 thaun sebelumnya. Kaum behavioris memiliki data eksperimental untuk menunjukkan bahw prilaku berubah akibat dari konsekwensi-konsekwensi tersebut.
Pada akhir 1920an teori-teori insting James dan lain-lain dikritik dan ditolak.
Behaviorisme merpakan tema domiann dalam psikologi dan sebuah konsep moivasi baru, yang dikenal sebagai toeri dorongan dianggap sebagaikonsep motivasi utama. Konsep dorongan yang pertama kalid ierkenalkan oleh Woodworth (1918) mengusulkan bahwa perilaku yang termotivasi merupakan repson tehadpa berubahnya keutuhan-kebuthuan tubuh yang bekerja dengan menemuakn item-item dalam lingkungan yang bisa mengurangi dorngan tersebut.
Teori dorongan mencapai puncak popularitasnya dengan terbitan-terbitan Clark Hull. Hull mengusulkan teori kuasi-mateatis yang mengidniskasikan komponen-komponen krusail untuk aktiasi perilaku dan bagaimana komponen-komponen tersebut berinteraksi untuk menghasilkan perilkau. Selain itu teori Hull memberikan dasar karya untuk mnganlisa kntribusi pembelajaran terhadap motivasi dan bertanggungjawab atas perkembangan eventual dari kosnep motivasi insnetif.
Teori Hull tebkti tidak cukup tapi riset yang dilahirkan oleh pencarian dasar doronga ini meodorng pada pemahman yang lebih beasr bagaimana mekanisme otak mengontrol dan pembelajaran mempengaruhi perilaku. Sebenarnya banyak riset fisiolgoi awal tentang motivasi merupakan pencarian dasar fisiologi sdari beragam kondisi dorongan.
Meski behaviosime merupakant ema yang dominan dalam psikologi hinga 1960, beberap apsikolog mengambil pengecualian pada bias S-R yang besar selama era ini. Ara peneliti seperti Kohler (1925) dan Tolman (1932) berpendapat dan memberkan data eksperimental tentang analisis perilaku yang didasarkan pada emrosesan aktif informasi bkannya hubungan-hubungan S-R. para peplopor psikologi kognitif modern ini mmbri jalan untuk menguji bagamana peneliti selanjutnya menguji motivasi yang beasal dari sebuah kemampuan organisme untuk mengantisipasi peristiwa-peristiwa di masa mendatang, memilih di antara alternatif-alternatif yang ada dan bertindak secara sngaja.
Pandangan motivasi alternatif ini terbukti berhasil dalam beragam hal. Riset tentang konsekwensi-konsekwensi motivasional dari atirbusi-atirbusi sebab-akibat menimbulkan pemahaman prilaku yang lebih bsar yang berkaitand engan kebutuhan untuk berprestasi, ketkautan akan suses, dan bahkan emosi. Demikian jgua, riset tentang sifat purposif dan berorienasi tujuan dari perilaku mendorong pada pengembangan teori nilai-ekspektansi, sebuah konsep yan berguan untuk memahami prilaku prestasi, pembelajaran sosial dan motivasi di tempat kerja.
Seringkali bagus ketika memikirkan tentang bagaimaan hal-hal bekerja, menggunaakn metafora sebagai car untuk menejalskan bagiamana seusatu nampaknya atau bertindak. Sehingga kadang-kadang pembicaraan sesoerang “bekeaj seperit kuda” atau “ dipaksa seperti itkus”. Weiner (1991) mengusulkan bahwa banyak die danr iset tentangmotivasi manusia bisa dipahami berkaitand engandua meafora dasar: metafora mesin dan meafora seperti Tuhan.
Dampak-dampak dari metafora mesin menyatakan bahwa motivasi sebagian besar bersifat sukarela dan seeperti refleks. Orang yang termotivasi tidak perlumemahami atau bahakn tidak perlu menyadari alasan-alasan mengapa dia bertindak, karena rekasi-reaksi sudah ditentukan sebelumnya. Seperti disebutkan Weiner “perilaku dilakukan tanpa kesadaran sadar.” Banyak rsiet motivasi yang dilakukan dari 1930 hingga 1960 seusai dengan metafora mesin. Riset yang dijelaskan pada bagian pertama buku ini menandakan pendekatan ini.
Meatfgora kedua, metafora seperti Tuhan, berasal dari kyakinanbahwa mansuia diciptakan oleh Tuhan dan dalam gambaran Tuhan” (Weiner 1991 hal 921). Oleh karena itu perilaku kita ahrus didasarkan pada kualtias-kualtias yang berkaitan dengan Tuhan seperti maha tahu, maha penyayang danmaha pengampun dan maha berkuasa. Dampak-dampak dari metaofra kedua ini untuk memahami motivasi manusia menunjukkan bahwa manusia bertidnak rasioanl dan sengaja (kita bekerja untuk mednpatkan tujaunt ertentu). Selain itu kita sdaar akan alasan-aalsan kita bertidnak. Riset motivasional yang dilakuakn antar 1960 dan 1980 seringkali menyederhanakan metafoa ini. Seperti dicatat oleh Weiner, pandangan motivasi ini mungkin terlalu optimistik. Orang-orang tidak selalu bertindak secara rasional, atau bahkan demi kepentingan mereka sendiri. Dia menyarankan bahwa atribut lain dari metafora seperti Tuhan mempengaruhi pemikiran kita tentang proses-proses motivasional sejak 1980an. Terjadi penurunan ide rasioanltias danpenekanan lebih besar terhadpa peran bagaimana situasi-situasi sosial dievaluasi, dengan penekanan kuhsus diberikan pada peranemopsi dalam evalasi-evalusai tersebut. Banyak riset dalam separuh buku ini bisa dilihat sebagai ilustrasi dari metafora seperti Tuhan (dalam dua bentuk).
Pendekatan-pendekatan yang berubah tehadap motivasi yang terjadi selama 100 tahun terakhirtelah membentuk bagaimana motivasi dipelajari sat ini. Riset motivasional saat ini bisa dibagi menjadi tiga area utama; biologi, behavioral dan kognitif. Pendekatan biologis terus mencoba memahami dsar-dasar fisik dari prilaku termotivasi; ini merupakan warisan dari pendekatna-pndekantan isntign dan teori dorongan. Pendekatna behavioral mengujihubunganmotivasi dengan konsep-konsep lain seperti pembelajaran dalam aktivasi dari perilaku termotiivasi. Konsep diorngna, motivasi insentif dan motif-motif yang dipelajari merupakan persoalan sentral dari pendekatan perilaku. Pendekatna kognitif menekankan sekelompok konsep yang terhubung secara longgaryang secara umum menyatakan bahwa oganisme bisa bertindak sengaja untuk mencapai tujuan-tujaun tertentu. Area-area riset motivasional yang masuk dalam pendekatan kognitif ini adalah teori ekpektasi-nilai, teori konsistensi, teori perspesi-diri, teori pembeljaaransosail, teori aktualisasi, dan teori atribusi.
Sisa dari teks ini akan menguji tiga area motivasional utama. Kami pertama akan menguji teori dan riset tentang sifat biologis dari beberap amotif. Bagian ini akan diikuti oleh analissi teori dan riset tentang kontirbusi-kontribusi behavioris terhadpa motivasi. Yang terakhir buku ini akan dikahiri dengan menguji teori kognitif dan riset tentang motivasi.

Bias penulis
Sejak awal pembaca perlu mengetahui sudut pandang saya sendiri, karen a seluruh buku ini akan mencerminkan bias pesonal saya. Dari sudut pandang saya, tak ada toeri yang bisa menjelaskan semua data tentang motivasi. Penjelasan-penjelasan rasa lapar kaan berbeda rai penjelasan-penjelasan tentang prestasi. Saya pikir sangat naif untuk meyakini bahwa ada satu teori komprehensif yang bisa menjelaskan semua kodnisi motivasional. Alasan saya mempercaya ini adalah motivasi bisa ditentukan dengan beberapa cara. Proses-proses yang membentuk motif-motif penting secara psikologi berbeda dari proses-proses yang membentuk psikologi.
Motif juga ditentukan secara berlebihiam. Seperti pesawat ulang-alink, tubuh manusia memiliki sistem-sistem backup yang berperan jika mekanisme sesoerang gagal. Satu contohnya bisa dilihat pada tikus yang dilukai pada hipotalamus ventromedialnya. Setelah kerusakan bagian otak ini, tikus terus-terusan makan, kadang-kadang berat badannya bisa naik 100%. Tikus ini tidak makan hingag meledak. Pada suatu titik, berat badan satbil baru (meski kegemukan) dicapai, dan berat badan ini diregulasi pada poin baru ini. Kesimpulan yang jelas adalah bahwa mekanisme kedua yang mengatur berat badan pada level baru yang lebih tinggi menjadi teraktivasi.
Yang terakhir perlu dicatat bahwa dalam era inforamsi yang berkembang cepat ini, yang kita ketahui bisa berubah secara drastis. Karena itu kita perlu untuk terus mendapatkan ifnormasi terbaru tentang bagaimana proses-proses yang mendasrai motivasi bisa bekerja. Ketika informasi baru tersedia, konsep-konsep motivasi bisa berubah,.
Isi buku ini bersifat ekletik. Saya akan menampilkan beragam pendekatan yang menyebutkan penelitian suportif dan kemudian menyebutkan asumsi-asumsi dasar dan juga problem-problem dasar.
Karena terjadi banyak bahasan tentang motivasi pada berbagai sub bidang di dalam psikologi, studi ini seringkali tidak singkron, sementara beberapa teori jug asaling berhubungan. Meski persepsi ini dalam hal tertentu benar, kesatuan motivasi sebagai sbeuah bidang studi berasal dari usaha untuk menentukan bagaiman faktor-faktor motivasi yang berbeda tersebut berinteraksi menghasilkan perilaku.
Untuk memberikan sebuah tema penyatu pada studi-studi dalam teks ini saya akan memasukkan dalam bab-bab yang tepat informasi tentang motivasi seksual dan agresif sebagaimana dipahami dari sudut pandang teori-teori dalam bab tersebut. Saya harap pembaca akan meahami bahwa seiap perilaku termotivasi bisa memiliki banyak komponen dan hanya ketika kita memahami komponen tersebut dan bagimana komponen tersebut berinteraksi kita bisa memahami mengapa orang-orang bertindak dengan cara tertentu.

Bab 2

Pola-pola tindakan tetap. Respon yang dilepaskan oleh stimulus uitama disebut pola tindakan tetap. Sehingga nampak bahwa ukuran pasangan menjadi variabel penting dalam perilaku kawin bebe ini. Riset Rowland menunjukan efek-efek stimulus supernormal bisa tejradi lebih sering di alam daripada yang diperkirakans eblumnya dan prefernsi untuk stimulu supernormal akan memberi keuntungan evolusioner.

Moltz (1965) mencatat empat ciri empiris pola tindakan tetap:
1. Pola tindakan tetap distereotipkan. Meski istilah ini menunjukkan bawha perilaku ini tidak bervariasi, meski kelihatannya demikian beebrapa variabilitas perfroma pola-pola tindakn tetap tidak terjadi (Burghardt, 1973).
2. Pola tidnakan tetap tidak bergantung pada kontrol eksternal langsung. Sekali pola tindakan tetap diaktivasi, ini terus rampung tanpa mempedulikan perubahan-peurbahan pada lingkungan eksternal. Perikau init erdriia tas dua komponen: sebua pola tindakant etap yang melibatkan penggambaran telur ke arah sarang dengan taghihan, dan gerakan lateral bill untuk menjaga telur non agar tidak menggelindung ke satu sisi (gambar 2.2). gerakan-gerakan lateral bergantung pad afeedback sensoris dari telur ketika menggelinding secara tidak rata. Merka bersifat kompenstaoris dan menjaga telur tetap di sarang. Gerkaan bill lateral ini merupkaan contohs ebuah kelas perilaku yang dikenal sebagai pajak. Pajak-pajak ini mirip dengan FAP di mana ini tidak dipelajari; meski demikain tidak seperti FAB ini responsif terhadap perubahan lingkungan. Komponen pola tidnakan tetap dari perilaku terus hingga selesai. Tapi harus ada beberapa kelemahan-kelemahan dari indepedensi pola-pola tindakan tetap

Tidak ada komentar:

Posting Komentar